Rabu, 07 Mei 2014

Akhir-akhir ini negeri kita mengalami krisis moral yang sangat memprihatinkan. Hal ini bisa kita lihat dari maraknya kasus sodomi yang muncul di tengah-tengah masyarakat yang menginginkan kesejahteraan. Belum tuntas kasus sodomi yang terjadi di Jakarta International School (JIS), Kini muncul kasus lagi yang lebih menghebohkan yakni kasus yang terjadi di sukabumi, Jawa Barat yang mana pelaku hampir menyodomi kurang lebih 100 anak. Kejadian tersebut membuat Indonesia menjadi sorotan dunia international. Banyak faktor yang menjadi penyebab maraknya kasus pencabulan tersebut, mulai dari minimnya pendidikan dan pengawasan sampai pengaruh lingkungan sekitar bahkan budaya asing yang masuk ke negri kita. Programme for International Study Assessment (PISA) pada tahun 2012 menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan peringkat terendah dalam pencapaian mutu pendidikan. Pemeringkatan tersebut dapat dilihat dari skor yang dicapai pelajar usia 15 tahun dalam kemampuan membaca, matematika, dan sains. Hal ini bisa menjadi acuan tentang cara berfikir bangsa indonesia pada umumnya. Disamping itu pendidikan juga bisa menjadi salah satu indikator bagaimana tingkah laku seseorang dalam bertindak. Pemerintah sendiri sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiki pendidikan Indonesia, mulai dari menaikkan anggaran pendidikan menjadi 20% sampai membuat sistem pendidikan yang baru tiap tahunnya. Namun, hasil ini dirasa belum maksimal jika kita melihat survey diatas dan lebih memprihatinkannya lagi kita dihadapkan moral bangsa yang semakin melorot seperti kasus paedofil baru-baru ini. Didalam pendidikan yang bersifat formal, sedikit sekali memberikan pengaruh terhadap moral dibandingkan dengan pendidikan non formal karena pendidikan non formal lebih bersifat nyata dan langsung. Mutu Pendidikan formal yang bagus juga tidak mesti membawa kepada moral yang baik, namun bisa terjadi sebaliknya, kasus paedofil di JIS misalnya. Salah satu Pelaku kejahatan di JIS merupakan mantan salah satau guru di SMP tersebut. Dia bernama William James Vahey, predator seks sekaligus menjadi buronan FBI. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan yang tinggi tidak menjadi acuan seseorang bermoral baik. Banyak sekali faktor eksternal yang menyebabkan seseorang berubah dalam bertindak seperti pengalaman dan gangguan psikis seseorang. Berbeda dengan William James Vahey, Zainal korban sekaligus pelaku seksual JIS melakukannya karena dulu pernah mengalami hal serupa ketika dia berumur 14 tahun. Ini seperti motif balas dendam terhadap apa yang telah dialaminya. Menurut Kak Seto, seorang pakar pendidikan anak, Banyak problem mengapa seseorang melakukan hal tersebut, bisa dendam, pernah menjadi korban atau dorongan libidonya yang kuat tapi enggak bisa menyalurkan karena masalah ekonomi, banyak sekali,". Pengalaman seseorang seringkali menjadi sebuah pembelajaran bahkan bisa merubah sikap seseorang secara drastis. John locke dalam konsep empirismenya mengatakan bahwa perkembangan individu bergantung pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh individu tersebut selama hidupnya. John locke melalui teorinya yakni Tabulae Rasa menyatakan bahwa Anak yang baru lahir ke dunia seperti sebuah kertas kosong. Maka dari itu menurut John Locke pengalaman yang dihadapi seseorang di dunia ini dapat mempengaruhinya untuk membentuk tingkah laku, sikap, serta watak anak sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Berdasarkan teori john locke tersebut, sudah sangat jelas bahwa pendidikan yang baik tentu akan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Akan tetapi menjadi berubah bila pendidikan yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada. J.J. Rousseau seorang Filosof Perancis tahun (1712-1778) berpendapat dalam bukunya Email, semua anak adalah baik pada waktu baru datang dari sang pencipta, tetapi menjadi buruk ditangan manusia. Seseorang yang lahir tentu akan mengalami fase-fase pendidikan, mulai dari pendidikan di dalam keluarga, pendidikan di sekolah dan pendidikan di masyarakat. Namun berbeda lagi kasusnya dengan yang dialami Emon, predator seks asal sukabumi. Pria yang berprofesi sebagai buruh pabrik ini diduga memiliki perilaku seks menyimpang karena lebih tertarik dengan lawan jenisnya, dan memilih melampiaskan birahinya kepada anak-anak serta mengaku puas setelah melakukan aksi berjatnya terhadap puluhan anak-anak. Berdasarkan pengakuan ibunya pula, sehari-hari Emon lebih akrab dengan anak-anak daripada dengan teman sebayanya. Disamping itu pula emon melakukan kejahatan tersebut karena pernah diselingkuhi dan menjadi korban Berdasarkan fakta di atas, bahwa perilaku semacam ini bisa didorong oleh berbagai faktor dari dalam diri seorang. Sebenarnya Emon termasuk dari golongan pendidikan yang cukup, akan tetapi Emon merasa tertekan dengan keadaan dirinya yang selalu menginginkan anak-anak dalam melampiaskan nafsu bejatnya. Karena didalam diri seseorang mempunyai kemampuan-kemampuan dalam mengatasi masalah yang sedang dihadapi dalam hal ini adalah masalah seksual. John darwey dalam teori progesivisme mengatakan manusia mepunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi masalah yang bersifat menekan ataupun masalah-masalah yang bersifat mengancam dirinya. Oleh karena itu, sangat perlu sekali dilakukan kerja sama antara semua pihak baik pemerintah, orang tua maupun instansi-instansi yang terkait lainnya untuk menciptakan sebuah hasil pendidikan yang berkualitas dan sesuai apa yang kita harapkan. Apalagi di zaman yang serba canggih ini, siapapun bisa dengan mudah mengakses informasi dari segala penjuru dunia termasuk anak-anak sekalipun. Tanpa pengawasan yang ketat baik dari pemerintah sebagai filter terbesar maupun keluarga sebagai perisai terakhir, kecanggihan teknologi ini akan menjadi boomerang bagi bangsa indonesia bukan lagi menjadi manfaat.