Oleh; Tiara Novanti
Resume
Sejarah Puisi Indonesia Modern
A. Pembabakan Waktu
Puisi Indonesia Modern:
1.
Periode Pujangga Baru (1920-1942)
2.
Periode Angkatan 45 (1942-1955)
3.
Periode 50-60-an (1955-1970)
4.
Periode 70-80-an (1970-1990)
B.
Antologi Puisi Indonesia Modern
1.
PENDAHULUAN
Sejak lahirnya (1920), sampai 1990, kesusastraan Indonesia modern selalu
berkembang. Dengan demikian, hal ini membuat adanya persambungan sejarah sastra
Indonesia, baik dalam bentuk prosa maupun puisi. Sebuah karya sastra itu
sesungguhnya merupakan respon terhadap karya sebelumnya, baik berupa tanggapan
atau penyambutan yang bersifat penerusan konvensi maupun penyimpangan konvensi
yang telah ada. Demikianlah, terjadi
persambungan sejarah puisi dari periode ke periode selanjutnya yang menunjukkan
ciri-ciri tertentu sesuai periodenya.[1]
Dari latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan bahwa, Bagaimanakah
pembabakan waktu puisi Indonesia modern ? dan Apakah yang dimaksud dengan antologi
puisi Indonesia modern itu?. Tujuan yang didapat dari rumusan masalah itu yaitu
untuk mengetahui perkembangan dan waktu pembabakan puisi Indonesia modern,
selanjutnya untuk memahami serta mengerti apa yang dimaksud dengan antologi
puisi Indonesia modern.
Teori dan metodologi yang digunakan pada pembahasan kali ini menggunakan
teori sastra yang ditinjau melalui aspek-aspek sastra modernnya. Penulis
mengkaji hal ini lewat buku dan teori yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rachmat
Djoko Pradopo, Antilan Purba, H. B Jassin, Yudiono K.S dan Ajip Rosidi.
Dalam sistematika penulisan, penulis akan membahas mengenai pembabakan
waktu puisi Indonesia modern, ciri-ciri puisi pada setiap periodenya dan
pembahasan tentang antologi puisi Indonesia modern.
2.
PEMBAHASAN
A.
Pembabakan
Puisi Indonesia Modern
Sejarah sastra tidak
lepas dari masalah periodisasi untuk menunjukkan perkembangan sastra dari
periode ke periode. Periode adalah bagian waktu yang dikuasai oleh norma-norma
sastra dan konvensi-konvensi sastra yang munculnya, meluasnya, keberbagaiannya,
integrasi, dan lenyapnya dapat dirunut.[2]
Sejarah sastra lahirnya puisi modern
merupakan respons terhadap puisi lama. Dengan demikian lahir ciri-ciri baru yang lain dari ciri puisi lama. Pembabakan
waktu puisi Indonesia modern dapat disusun sebagai berikut:
1. a. Periode
Pra-Pujangga Baru (1920-1933)
b. Periode Pujangga Baru (1933-1942)
2.
Periode Angkatan 45 (1942-1955)
3.
Periode 50-60-an (1955-1970)
4. Periode 70-80-an (1970-1990)
1.
Periode Pujangga Baru (1920-1942)
Pada periode 1920-1942 bermunculan penyair Indonesia
modern Angkatan Pujangga Baru. Diantaranya: Amir Hamzah, Sanusi Pane, Sutan
Takdir Alisjahbana, Arjmin Pane, Rustam Effendi, M.Yamin,
dan sebagainya.[3]
Ciri-ciri struktur estetik: bentuknya teratur rapi, mempunyai persajakan
akhir, banyak menggunakan pola sajak pantun dan syair, sebagian besar puisi
empat seuntai, diksinya menggunakan “kata-kata pujangga” atau “bahasa nan
indah”, gaya ekspresinya beraliran romantik. Ciri-ciri ekstra estetik:
masalahnya bersangkut-paut dengan kehidupan masyarakat kota, ide nasionalisme
dan cita-cita kebangsaan banyak mengisi sajak-sajak Pujangga Baru, ide
keagamaan menonjol, curahan perasaan tampak kuat.[4]
2.
Periode Angkatan 45 (1942-1955)
Penyair yang dianggap
sebagai pelopor Angkatan 45 adalah Chairil Anwar dengan kumpulan puisinya Deru
Campur Debu dan Kerikil Tajam dan Yang Terhempas dan yang Putus (1951).
Ciri-ciri struktur estetik: puisinya bebas, gaya ekspresionistis, aliran
gaya realisme, diksinya menggunakan kosakata bahasa sehari-hari, bahasa kiasan
yang dominan metafora dan simbolik, gaya ironi dan sinisme menojol. Ciri-ciri
ekstra estetik: individualisme menonjol, sajak-sajak mengekspresikan
kehidupan batin manusia lewat peneropongan batin sendiri, sajak-sajak
mengemukakan masalah kemanusiaan umum dengan jelas, masalah kemasyarakatan
menonjol, filsafat eksistensialisme mulai dikenal.[5]
3.
Periode 50-60-an (1955-1970)
Pada
periode ini berkembang puisi epik yang terkenal dengan balada. Para
penyair yang mulai menulis sesudah tahun 1950 dan pertengahan 1950-an
diantaranya adalah: WS Rendra, Ajib Rosidi, Toto Sudarto Bachtiar, Mansur
Samin, Kirdjomuljo, Subagio Sastrowardojo, dan sebagainya. Ciri-ciri
struktur estetik: gaya epik berkembang dengan berkembangnya puisi cerita
dan balada, gaya mantra mulai tampak dalam balada-balada, gaya ulangan mulai
berkembang, gaya puisi liris pada umumnya masih meneruskan gaya Angkatan 45,
gaya slogan dan retorik makin berkembang. Ciri-ciri ekstra estetik: ada
gambaran suasana muram, sajak-sajak mengungkapkan masalah sosial, pokok sajak
balada berupa cerita-cerita dan kepercayaan rakyat.[6]
4.
Periode 70-80-an (1970-1990)
Para penyair baru yang muncul akhir tahun 1960-an dan
sesudah tahun 1970 adalah Sutardji Calzoum Bachri, Ibrahim Satah, Abdul Hadi
WM, Tuti Herati, Kuntowijoyo, Linus Suryadi, Emha Ainun Nadjib, dan sebagainya.
Penyair
wanita yang telah menulis sejak awal tahun 1960-an sampai sekarang masih aktif
menulis adalah Isma Sawitri. Pada akhir tahun 1980-an muncul penyair
baru diantaranya, Soni Farid Maulana, Ekka Budinanta, dan Ahmadun Yossi
Herfanda yang menunjukkan bakat besar kepenyairan. .Ciri-ciri struktur
estetik: puisi bergaya mantra, menggunakan kata-kata daerah secara
mencolok, puisi imajisme, gaya penulisan prosais, puisi lugu menggunakan teknik
pengungkapan ide secara polos. Ciri-ciri ekstra estetik: puisi
mengemukakan kehidupan batin religius yang cenderung mistik dan sufistik,
bersifat alegoris, sajak-sajak menuntut hak-hak asasi manusia, mengemukakan
kritik sosial atas kesewenangan terhadap kaum lemah.[7]
B.
Antologi Puisi Indonesia Modern
Antologi secara harfiah diturunkan dari kata bahasa
Yunani yang berarti "karangan bunga" atau "kumpulan bunga",
adalah sebuah kumpulan dari karya-karya sastra. Awalnya, definisi ini hanya
mencakup kumpulan puisi (termasuk syair dan pantun) yang dicetak dalam satu volume.
Namun, antologi juga dapat berarti kumpulan karya sastra lain seperti cerita
pendek, novel pendek, prosa, dan lain-lain. Antologi puisi
merupakan buku yang berisi kumpulan puisi karya seorang penyair atau beberapa
penyair.[8]
Antologi
sastra dan antologi puisi sangatlah penting untuk mempelajari puisi dari
periode ke periode dan untuk menyusun sejarah sastra. Sampai sekarang ada
beberapa antologi sastra.[9]
Orang yang pertama kali menyusun antologi alias bunga rampai sastra terbanyak
adalah H. B Jassin. Sedangkan orang yang pertama kali menyusun antologi puisi
adalah Sutan Takdir Alisjahbana dalam antologi puisi Pujangga Baru, Puisi
Baru. Pertama kali H. B Jassin menyusun antologi sastra Angkatan 45: Kesusastraan
di Masa Jepang dan Gema Tanah Air. Penyusun antologi khusus puisi
adalah Linus Suryadi Ag.: Tugu (1986).[10]
3.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Sejarah sastra lahirnya puisi modern
merupakan respons terhadap puisi lama. Pembabakan waktu puisi Indonesia modern dapat disusun sebagai berikut:
1. Periode Pujangga
Baru (1920-1942)
2.
Periode Angkatan 45 (1942-1955)
3.
Periode 50-60-an (1955-1970)
4. Periode 70-80-an
(1970-1990)
Puisi Indonesia modern adalah puisi Indonesia yang lahir di dalam waktu
tertentu yang berbentuk dan bergaya tidak mengikuti kaidah-kaidah puisi lama
pada umumnya dan memiliki ciri-ciri nilai serta estetika yang berbeda dengan
puisi-puisi sebelumnya. Sedangkan Antologi
puisi Indonesia modern merupakan kumpulan puisi Indonesia modern dari beberapa
penyair. Antologi puisi pertama kali disusun oleh Sutan Takdir Alisjahbana, dan
penyusun antologi puisi alias bunga rampai sastra terbanyak adalah H. B Jassin.
DAFTAR
PUSTAKA
Jassin, H.B.
1963. Pujangga Baru: Prosa dan Puisi. Gunung Agung:Jakarta
K.S, Yudiono. 2007.Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Grasindo: Jakarta
Komunitas Sastra Indonesia. 1997. Antologi Puisi
Indonesia 1997. Angkasa:
Bandung
Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa
Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
________. 1988. Beberapa Gagasan dalam Bidang
Kritik Sastra Indonesia
Modern. Penerbit Lukman:
Yogyakarta
Purba,
Antilan.
2010. Sastra Indonesia Kontemporer. Graha Ilmu: Medan
Rosidi, Ajip. 1969. Ikhtisar Sejarah
Sastra Indonesia. Bina Cipta: Bandung
[1] Rachmat
Djoko Pradopo, Beberapa Gagasan dalam Bidang Kritik Sastra Indonesia Modern,
(Penerbit Lukman: Yogyakarta, 1988), h.12
[2] Yudiono K.S, Pengantar
Sejarah Sastra Indonesia, (Grasindo: Jakarta, 2007), h.44.
[3] Rachmat Djoko
Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya,
(Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 1995), h.42.
[4] Antilan Purba, Sastra
Indonesia Kontemporer, (Graha Ilmu: Medan, 2010), h.38.
[5] Antilan Purba, Sastra
Indonesia Kontemporer, (Graha Ilmu: Medan, 2010), h.30-38.
[6] Rachmat Djoko
Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya,
(Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 1995), h.45-48.
[7] Rachmat Djoko
Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya, (Pustaka
Pelajar: Yogyakarta, 1995), h.49-53.
[10] Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa
Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya, (Pustaka Pelajar:
Yogyakarta, 1995), h.50.
0 komentar :
Posting Komentar