Kamis, 04 Desember 2014

Oleh; Tiara Novanti



Resume Sejarah Puisi Indonesia Modern


A.    Pembabakan Waktu Puisi Indonesia Modern:
1.      Periode Pujangga Baru (1920-1942)
2.      Periode Angkatan 45 (1942-1955)
3.      Periode 50-60-an (1955-1970)
4.      Periode 70-80-an (1970-1990)
B.     Antologi Puisi Indonesia Modern


















1.      PENDAHULUAN
Sejak lahirnya (1920), sampai 1990, kesusastraan Indonesia modern selalu berkembang. Dengan demikian, hal ini membuat adanya persambungan sejarah sastra Indonesia, baik dalam bentuk prosa maupun puisi. Sebuah karya sastra itu sesungguhnya merupakan respon terhadap karya sebelumnya, baik berupa tanggapan atau penyambutan yang bersifat penerusan konvensi maupun penyimpangan konvensi yang telah ada.  Demikianlah, terjadi persambungan sejarah puisi dari periode ke periode selanjutnya yang menunjukkan ciri-ciri tertentu sesuai periodenya.[1]
Dari latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan bahwa, Bagaimanakah pembabakan waktu puisi Indonesia modern ? dan Apakah yang dimaksud dengan antologi puisi Indonesia modern itu?. Tujuan yang didapat dari rumusan masalah itu yaitu untuk mengetahui perkembangan dan waktu pembabakan puisi Indonesia modern, selanjutnya untuk memahami serta mengerti apa yang dimaksud dengan antologi puisi Indonesia modern.
Teori dan metodologi yang digunakan pada pembahasan kali ini menggunakan teori sastra yang ditinjau melalui aspek-aspek sastra modernnya. Penulis mengkaji hal ini lewat buku dan teori yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Rachmat Djoko Pradopo, Antilan Purba, H. B Jassin, Yudiono K.S dan Ajip Rosidi.
Dalam sistematika penulisan, penulis akan membahas mengenai pembabakan waktu puisi Indonesia modern, ciri-ciri puisi pada setiap periodenya dan pembahasan tentang antologi puisi Indonesia modern.








2.      PEMBAHASAN

A.    Pembabakan Puisi Indonesia Modern
Sejarah sastra tidak lepas dari masalah periodisasi untuk menunjukkan perkembangan sastra dari periode ke periode. Periode adalah bagian waktu yang dikuasai oleh norma-norma sastra dan konvensi-konvensi sastra yang munculnya, meluasnya, keberbagaiannya, integrasi, dan lenyapnya dapat dirunut.[2] Sejarah sastra lahirnya puisi modern merupakan respons terhadap puisi lama. Dengan demikian lahir ciri-ciri baru yang lain dari ciri puisi lama. Pembabakan waktu puisi Indonesia modern dapat disusun sebagai berikut:
1.      a. Periode Pra-Pujangga Baru (1920-1933)
b. Periode Pujangga Baru (1933-1942)
2.      Periode Angkatan 45 (1942-1955)
3.      Periode 50-60-an (1955-1970)
4.      Periode 70-80-an (1970-1990)

1.      Periode Pujangga Baru (1920-1942)
Pada periode 1920-1942 bermunculan penyair Indonesia modern Angkatan Pujangga Baru. Diantaranya: Amir Hamzah, Sanusi Pane, Sutan Takdir Alisjahbana, Arjmin Pane, Rustam Effendi, M.Yamin, dan sebagainya.[3] Ciri-ciri struktur estetik: bentuknya teratur rapi, mempunyai persajakan akhir, banyak menggunakan pola sajak pantun dan syair, sebagian besar puisi empat seuntai, diksinya menggunakan “kata-kata pujangga” atau “bahasa nan indah”, gaya ekspresinya beraliran romantik. Ciri-ciri ekstra estetik: masalahnya bersangkut-paut dengan kehidupan masyarakat kota, ide nasionalisme dan cita-cita kebangsaan banyak mengisi sajak-sajak Pujangga Baru, ide keagamaan menonjol, curahan perasaan tampak kuat.[4]
2.      Periode Angkatan 45 (1942-1955)
Penyair yang dianggap sebagai pelopor Angkatan 45 adalah Chairil Anwar dengan kumpulan puisinya Deru Campur Debu dan Kerikil Tajam dan Yang Terhempas dan yang Putus (1951). Ciri-ciri struktur estetik: puisinya bebas, gaya ekspresionistis, aliran gaya realisme, diksinya menggunakan kosakata bahasa sehari-hari, bahasa kiasan yang dominan metafora dan simbolik, gaya ironi dan sinisme menojol. Ciri-ciri ekstra estetik: individualisme menonjol, sajak-sajak mengekspresikan kehidupan batin manusia lewat peneropongan batin sendiri, sajak-sajak mengemukakan masalah kemanusiaan umum dengan jelas, masalah kemasyarakatan menonjol, filsafat eksistensialisme mulai dikenal.[5]

3.      Periode 50-60-an (1955-1970)
Pada periode ini berkembang puisi epik yang terkenal dengan balada. Para penyair yang mulai menulis sesudah tahun 1950 dan pertengahan 1950-an diantaranya adalah: WS Rendra, Ajib Rosidi, Toto Sudarto Bachtiar, Mansur Samin, Kirdjomuljo, Subagio Sastrowardojo, dan sebagainya. Ciri-ciri struktur estetik: gaya epik berkembang dengan berkembangnya puisi cerita dan balada, gaya mantra mulai tampak dalam balada-balada, gaya ulangan mulai berkembang, gaya puisi liris pada umumnya masih meneruskan gaya Angkatan 45, gaya slogan dan retorik makin berkembang. Ciri-ciri ekstra estetik: ada gambaran suasana muram, sajak-sajak mengungkapkan masalah sosial, pokok sajak balada berupa cerita-cerita dan kepercayaan rakyat.[6]
4.      Periode 70-80-an (1970-1990)
Para penyair baru yang muncul akhir tahun 1960-an dan sesudah tahun 1970 adalah Sutardji Calzoum Bachri, Ibrahim Satah, Abdul Hadi WM, Tuti Herati, Kuntowijoyo, Linus Suryadi, Emha Ainun Nadjib, dan sebagainya. Penyair wanita yang telah menulis sejak awal tahun 1960-an sampai sekarang masih aktif menulis adalah Isma Sawitri. Pada akhir tahun 1980-an muncul penyair baru diantaranya, Soni Farid Maulana, Ekka Budinanta, dan Ahmadun Yossi Herfanda yang menunjukkan bakat besar kepenyairan. .Ciri-ciri struktur estetik: puisi bergaya mantra, menggunakan kata-kata daerah secara mencolok, puisi imajisme, gaya penulisan prosais, puisi lugu menggunakan teknik pengungkapan ide secara polos. Ciri-ciri ekstra estetik: puisi mengemukakan kehidupan batin religius yang cenderung mistik dan sufistik, bersifat alegoris, sajak-sajak menuntut hak-hak asasi manusia, mengemukakan kritik sosial atas kesewenangan terhadap kaum lemah.[7]
B.     Antologi Puisi Indonesia Modern
Antologi secara harfiah diturunkan dari kata bahasa Yunani yang berarti "karangan bunga" atau "kumpulan bunga", adalah sebuah kumpulan dari karya-karya sastra. Awalnya, definisi ini hanya mencakup kumpulan puisi (termasuk syair dan pantun) yang dicetak dalam satu volume. Namun, antologi juga dapat berarti kumpulan karya sastra lain seperti cerita pendek, novel pendek, prosa, dan lain-lain. Antologi puisi merupakan buku yang berisi kumpulan puisi karya seorang penyair atau beberapa penyair.[8]
Antologi sastra dan antologi puisi sangatlah penting untuk mempelajari puisi dari periode ke periode dan untuk menyusun sejarah sastra. Sampai sekarang ada beberapa antologi sastra.[9] Orang yang pertama kali menyusun antologi alias bunga rampai sastra terbanyak adalah H. B Jassin. Sedangkan orang yang pertama kali menyusun antologi puisi adalah Sutan Takdir Alisjahbana dalam antologi puisi Pujangga Baru, Puisi Baru. Pertama kali H. B Jassin menyusun antologi sastra Angkatan 45: Kesusastraan di Masa Jepang dan Gema Tanah Air. Penyusun antologi khusus puisi adalah Linus Suryadi Ag.: Tugu (1986).[10]

3.      PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Sejarah sastra lahirnya puisi modern merupakan respons terhadap puisi lama. Pembabakan waktu puisi Indonesia modern dapat disusun sebagai berikut:
1.      Periode Pujangga Baru (1920-1942)
2.      Periode Angkatan 45 (1942-1955)
3.      Periode 50-60-an (1955-1970)
4.      Periode 70-80-an (1970-1990)
Puisi Indonesia modern adalah puisi Indonesia yang lahir di dalam waktu tertentu yang berbentuk dan bergaya tidak mengikuti kaidah-kaidah puisi lama pada umumnya dan memiliki ciri-ciri nilai serta estetika yang berbeda dengan puisi-puisi sebelumnya. Sedangkan  Antologi puisi Indonesia modern merupakan kumpulan puisi Indonesia modern dari beberapa penyair. Antologi puisi pertama kali disusun oleh Sutan Takdir Alisjahbana, dan penyusun antologi puisi alias bunga rampai sastra terbanyak adalah H. B Jassin.












DAFTAR PUSTAKA


Jassin, H.B. 1963. Pujangga Baru: Prosa dan Puisi. Gunung Agung:Jakarta
K.S, Yudiono. 2007.Pengantar Sejarah Sastra Indonesia. Grasindo: Jakarta
Komunitas Sastra Indonesia. 1997. Antologi Puisi Indonesia 1997. Angkasa:
Bandung
Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
________. 1988. Beberapa Gagasan dalam Bidang Kritik Sastra Indonesia
Modern. Penerbit Lukman: Yogyakarta
Purba, Antilan. 2010. Sastra Indonesia Kontemporer. Graha Ilmu: Medan
Rosidi, Ajip. 1969. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bina Cipta: Bandung


[1] Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Gagasan dalam Bidang Kritik Sastra Indonesia Modern, (Penerbit Lukman: Yogyakarta, 1988), h.12
[2] Yudiono K.S, Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, (Grasindo: Jakarta, 2007), h.44.
[3] Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya, (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 1995), h.42.
[4] Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Graha Ilmu: Medan, 2010), h.38.
[5] Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Graha Ilmu: Medan, 2010), h.30-38.
[6] Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya, (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 1995), h.45-48.
[7] Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya, (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 1995), h.49-53.
[8] Rosidi, Ajip. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. (Bina Cipta: Bandung,1969), h.30
[9] Komunitas Sastra Indonesia, Antologi Puisi Indonesia1997, (Angkasa: Bandung, 1997), h.3
[10] Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya, (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 1995), h.50.

0 komentar :

Posting Komentar