Selasa, 11 November 2014



Oleh: Septa Nuril Fahmi

I.         SOEKARNO
A.    Ideologi.
Soekarno adalah salah satu tokoh penting bahkan utama dalam pemikiran dan perjuangan Indonesia. Sejak awal gagasan yang ia bawa adalah semangat nasionalisme untuk melepaskan diri dari kolonialisme Belanda. Menurut Soekarno, seorang nasionalis sejati adalah orang yang bersedia berbakti dan memperbaiki nasib kaum kecil dari segala bentuk kemelaratan serta melindungi rakyat dari penindasan.
Konstruksi nasionalisme Soekarno tercipta melalui beberapa factor, diantaranya:
1.   Riwayat kehidupannya.
Soekarno adalah pribadi sintesis yaitu perpaduan keturunan Jawa-Bali (Raden Soekemi & Ida Ayu Nyoman). Kemudian, Soekarno diasuh kakeknya yang berada di Tulungagung. Di sini, Soekarno mulai mengenal dunia pewayangan yang diperkenalkan oleh kakeknya sendiri. Pewayangan sendiri bagi masyarakat Jawa bukan sekedar tontonan belaka, namun mempunyai makna dan ajaran yang tersirat dari tontonan tersebut. Soekarno mulai mengagumi Bima, salah satu tokoh dari cerita Pandawa Lima yang selalu gigih dan berani dalam membela kebenaran, dikehidupan nyata ia terobsesi ingin menjadi seperti dirinya yang melawan kolonialisme.
2.   Lingkungan.
Soekarno muda tinggal bersama Oemar Said Tjokroaminoto, pendiri Syarikat Islam di Surabaya dan sekolah di Hoogere Burger School. Di sini ia bertemu para tokoh besar        dari berbagai latar pemikiran yang berbeda, diantaranya tokoh dari Organisasi Social Democrat Hindia-Belanda sampai semaun, Muso, Tan Malaka, Ahmad Dahlan, Agus Salim dan Douwes Dekker. Mereka semua menjadi teman akrab diskusi Soekarno, sehingga soekarno mengenal tokoh-tokoh besar dunia ketika itu. Diantara tokoh-tokoh tersebut, Soekarno sangat tertarik denga Marxis (historis materialisme).
B.     Soekarno dan islam.
Soekarno kecil memang jarang mendapatkan pelajaran agama baik formal maupun informal. Ia dilahirkan dari keluarga yang tak membaca alquran sebagai bagian kehidupan sehari-hari. Secara fakta, memanglah dia beraliran nasionalis, akan tetapi tidak menutup kemungkinan ia juga dipengaruhi oleh pemikiran islam meskipun sebagian sejarawan menyebut Soekarno sebagai nasionalis-sekuler, yang mana selalu kontras dengan nasionalis-islam.
Pemikiran Islam yang diberikan Soekarno memiliki konsep yang menarik, yakni bagaimana ia mengaitkan islam dengan kondisi bangsa saat itu. Menurut sokarno, islam adalah sebuah agama yang sederhana, rasional, dan mengandung gagasan kemajuan dan egaliter. Agama yang rasional ia bercermin pada aliran mu’tazillah, yang mana pada zaman ini islam mengalami progress karena kebebasan berfikir dan kesederhanaan yang dianggap sokarno bahwasanya ia melihat pola dasar tradisional Indonesia yang menginginkan persatuan.
II.         NU DAN PERGERAKANNYA
Sebelum mengenal NU, Soekarno cenderung meremehkan  Orang Islam pesanren yang dianggapnya kolot, karena ketika itu ia lebih terpengaruh dengan pemikiran para tokoh Islam dunia tenimbang local. Hal ini bias menjadi sebagai bukti sebuah pergerakan NU ketika itu sangat besar karena mampu merubah pandangan Soekarno yang tadinya dianggap mengenyampingkan pemikiran islam local menjadi lebih respect.
Komunitas NU sering disebut sebagai komunitas tradisionalis yang dapat terlihat secara visual adalah ritual kegamaan. NU lebih cenderung mengakomodir adat-istiadat dan budaya masyarakat local.Berdirinya NU juga berdasarkan kekhawatiran dari para pemuka agama islam melihat perkembangan masyarakat Indonesia, khususnya di jawa dalam menghadapi kolonialisme belanda serta perkembangan islam di Arab Saudi yang mulai dipengaruhi oleh faham wahabi, yang tentu sangat bertentangan dengan pemahaman NU yang kekeuh mempertahankan adat-istiadatnya. Selain itu juga atas dasar runtuhnya kekhalifahan turki, timbul dan tenggelamnya gagasan pan islamisme, dan pertentangan diantara para penganut aliran Islam di Indonesia
NU sendiri memiliki faham yang sedari awal dicanangkan yakni sosial-keagamaan. Hal ini terbukti dari adanya komite hijaz untuk memperjuangkan islam ahlussunnah wal jamaah dalam menjalankan ritual keagamaan.
Nasionalisme NU yang berbasis utama pada ajaran islam mendorongnya tidak hanya bergerak di bidang sosial-keagamaan, tetapi dalam perjalanannya juga ikut terlibat aktif dalam pergulatan masalah-masalah kebangsaan. Peran dan gerakan politik NU ini muncul sebagai respon terhadap perubahan dan perkembangan kondisi saat itu khususnya memperjuangkan masa depan umat Islam. Berikut beberapa peran dan pergerakan NU dalam perkembangan indonesia:
a)   Terjun ke dunia politik
NU dalam menghadapi kolonialisasi melakukan aliansi terhadap kelompok lain yang satu visi. Orientasi politik NU lebih tampak dalam wadah MIAI (Majlis Islam A’la Indonesia/cikal bakal masyumi) tahun 1937. Keterlibatan ini membawa aksentuasi dari keagamaan dan sosial ke persoalan politik.
Selain berada di barisan para petani untuk memperjuangkan nasib mereka, NU juga bersikap tegas dalam hal keagamaan khususnya menentang campur tangan belanda dalam urusan keagamaaan (Agama Islam).
b)   Melakukan propaganda
Melalui MIAI, jepang telah melakukan propaganda tentang melipatgandakan hasil pertanian. Sadar akan hal itu, beberapa pemuda seperti wahid hasyim, soekiman, ghafar ismail dan faqih usman melakukan tindakan yang mengambil keuntungan dari propaganda tersebut, sehingga keuntungan tidak hanya untuk jepang belaka melainkan untuk muslimin dan fakir miskin melalui baitul mal.
c)   Gagasan menjadi sebuah negara.
NU adalah salah satu kelompok penting dalam perjuangan menuju Indonesia merdeka. Ketika itu, NU mengadakan diskusi dalam sanyo kaigi[1], dimana kekalahan jepang sudah diambang pintu. Jepang kemudian  membentuk BUPPKI, dari NU sendiri diwakili oleh KH. Masykur dan KH. Wahid Hasyim.
d)  Mencetuskan resolusi jihad
Tiga minggu sebelum peperangan besar di surabaya pada tanggal 10 November NU mencetuskan resolusi jihad, yang mana mengajak umat islam menentang aksi pendudukan tentara sekutu. Resolusi ini bisa diartikan sebagai perang suci atas aksi NICA dan Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia.

 III.   TITIK TEMU SOEKARNO dan NU
“Awal yang berbeda tidak menutup kemungkinan bertemu di akhir kemudian.” Kata-kata ini dirasa pas untuk menggambar NU dan soekarno karena latar belakang mereka yang berbeda antara nasionalis dan agamis, namun bisa mempunyai titik temu terutama dalam hal kebangsaan. Berikut titik temu antara NU-Soekarno berdasarkan sejarah :
a.    Nasionalisme dan sosialisme
Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwasanya soekarno cenderung berfikir nasionalis ala marxis yang mana selalu memperjuangkan rakyat kecil untuk melawan para pembesar dalam hal ini adalah pemerintah kolonial belanda. Hal ini juga sejalan dengan NU, memang pada awalnya NU hanya bergerak pada hal-hal keagamaan saja, namun seiring berjalannya waktu, NU mulai beralih ke masalah kebangsaan dalam hal ini politik. Melalui MIAI, NU melakukan pergerakannya di bidang politik yang membela kaum tani yang saat itu di bawah kendali kolonial. Nasionalisme yang dikumandangkan bung karno juga di kumandangkan oleh NU. NU melakukan beberapa aliansi dengan berbagai kelompok untuk mempersatukan visi menuju indonesia merdeka, seperti pada acara diskusi kebangsaan pada sanyo kaigi dan dkonstruksi ulang Piagam Jakarta yang mana lebih identik dengan muslim dan mngenyampingkan non-Islam, kemudian menjadi pancasila.
b.   Pancasila
Pancasila sebagai dasar Negara sudah tidak bias di ganggu gugat lagi. Indonesia dengan kondisi masyarakatnya yang majemuk dan beragam sangat pas menggunakan pancasila. Pancasila juga mencerminkan kebudayaan kita sebagai bangsa Indonesia. Soekarno memang dari awal sudah berfikiran pancasialis, bias di buktikan dengan perjuangannanya yang ingin mempersatukan bangsa ini dengan berbagai golongan, ras, agama, dan suku. Begitu juga dengan Nu. NU yang awalnya bergerak di bidang keagamaan, dalam perjalanannya mengalami perubahan pandangan karena NU sadar bahwasanya bangsa Indonesia memiliki kondisi social yang unik dan memiliki keterikatan sejarah yang mengikat yang tidak bias dipisahkan satu sama lain. Dari sini NU mulai memperjuangkan kedamaian melalui keberagaman bangsa. Bias dibuktikan pada muktamar ke-27 1984 yang intinya kembali ke khittah.
*sumber: Amir, Zainal Abidin. Soekarno dan NU; Titik Temu Nasionalisme.( Yogyakarta: Lkis. 2013).


[1] Kelompok cendekiawan yang dibentuk jepang.

0 komentar :

Posting Komentar