Oleh: "RAHMIWATI dan SEPTA NURIL FAHMI"
PENDAHULUAN
Bahasa adalah suatu simbol lisan yang arbitrer
yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat bahwa untuk berkomunikasi dan
berinteraksi sesamanya, berlandaskan pada budaya yang mereka miliki bersama.
Bahasa sebagai bagian dari fenomena sosial, dipengaruhi oleh berbagai kondisi
yang dialami manusia sepanjang hidupnya.
Seiring dengan berjalannya waktu, masalah
kebahasaan itu muncul khususnya dalam perkembangan dan perubahan makna. Di era
globalisasi ini, komunikasi tanpa batas dan kemudahan untuk interaksi antar
para penutur bahasa dari berbagai bangsa, jelas mengakibatkan percepatan
perubahan makna kosakata dan memunculkan istilah-istilah baru yang terkadang
langsung ditransfer atau diserap tanpa terlebih dahulu melalui proses pencarian
padanan kata atau proses penerjemahan kata asing ke bahasa sasaran.
Untuk itu, dalam memaknai bahasa terutama
bahasa yang tidak jelas membutuhkan teori untuk mengetahui makna yang
sebenarnya dimaksud. Memanglah sangat sulit untuk mengetahui makna kedua dari
suatu bahasa sebagaimana yang dikatakan oleh prof. Dr. Syukron Kamil, MA. Akan
tetapi, kesulitan tersebut bisa di atasi dengan teori-teori tentang makna,
seperti Teori kentekstual, Teori referensial,
Teori komponensial, Teori behavioris, danTeori konseptual.
PEMBAHASAN
I.
Pengertian Teknik
Istilah teknik dalam bidang apapun sangat erat kaitannya dengan metode.
Bahkan antara teknik dan metode merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan.
Hal ini bisa kita lihat dari pendapat T Raka Joni yang mengatakan, bahwasanya
teknik itu menunjukkan keragaman khas dalam mengaplikasian suatu metode sesuai
dengan latar [setting] tertentu. Begitu juga sama halnya dengan teori, yang
mana dari teori tersebut akan muncul sebuah teknik untuk mendukung keberhasilan
dari teori tersebut. Contoh dengan menggunakan metode ceramah, maka dapat
disebutkan rentangan teknik berceramah mulai dari yang diibaratkan
tape-recorder dalam menyampaikan isi pelajaran yang dirancang berdasarkan teori
pembelajaran mutakhir.
Teknik sendiri termasuk salah satu dari Trio yang sering dipakai, yakni pendekatan,
metode, dan teknik, yang merupakan
satu hasil dari metode yang selalu konsisten dengan pendekatan. Bahasa diterima
sebagai satu sistem lambang bunyi, maka tulisan/aksara merupakan manifestasi
sekunder dari bahasa. Kita pun mengetahui bahwa manifestasi sekunder ini lebih
stabil dan tersimpan. Akan tetapi, kita juga tahu banyak sekali bahasa di dunia
yang tidak dan belum mengenal aksara atau tulisan dan sistem ejaan
Teori dan methode berfungsi untuk membantu menjelaskan hubungan yang
terjadi. Fungsi lain dari teori dan metode adalah kemampuannya untuk
memotivasi, mengevokasi sekaligus memodifikasi pikiran-pikiran peneliti.
Sebagai alat teori berfungsi untuk mengarahkan suatu penelitian, sedangkan
analisis secara langsung dilakukan melalui instrumen yang lebih konkret yaitu
metode dan teknik.
Jadi dapat di simpulkan bahwasanya teknik sendiri berarti sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan
suatu metode secara spesifik. Untuk jelasnya kita bisa membandingkan istilah-istilah
yang erat kaitannya dengan teknik, seperti pendekatan, strategi, metode dan
taktik.
1. Pendekatan, menunjukan cara umum dalam memandang permasalahan atau objek
kajian, sehingga berdampak, ibarat seseorang yang memakai kacamata dengan warna
tertentu didalam memandang alam sekitar. Kacamata berwarna hijau maka akan
menyebabkan lingkungan kelihatan kehijau-hijauan seterusnya.
2. Strategi, ilmu dan kiat dalam memanfaatkan segala sumber yang dimiliki dan
atau yang dapat dikerahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Metode, cara yang umum untuk menyampaikan atau mempraktikan teori yang
telah dipelajari dalam rangka mencapai tujuan belajar.
4. Taktik, cara memungkinkan peserta didik memperoleh kemudahan dalam rangka
mempelajari bahan ajar. Bedanya dengan teknik hanya sebatas pada siapa yang
mengatakannya.
II.
Pengertian Makna
Secara etimologi kata makna berasal dari عني yang salah satu maknanya adalah melahirkan .
karena itu makna diartikan sebagai perkara yang dilahirkan dari tuturan.
Perkara tersebut ada di dalam benak manusia sebelum diungkapkan dalam sarana
bahasa. Sarana ini berubah-ubah sesuai dengan perubahan makna tersebut didalam
benak. Perkara yang terdapat di dalam benak disimpulkan sebagai hasil
pengalaman yang diolah akal secara tepat.
Pemahaman makna
dibedakan dari arti didalam semantic. Makna adalah pertautan yang ada di antara
unsur-unsur bahasa itu sendiri. Makna menurut palmer hanya menyangkut intra
bahasa. Sejalan dengan pendapat tersebut, lyon menyebutkan bahwa mengkaji atau
memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan
dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda berbeda dari
kata-kata lain. Arti dalam hal ini menyangkut makna leksikal yang cenderung di
dalam kamus sebagai leksikon.
Makna sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar sesuai dengan kesepakatan
para pemakainya sehingga dapat saling mengerti. Makna mempunyai tiga tingkat
keberadaan, yakni;
1. Pada tingkat pertama, makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan.
2. Pada tingkat kedua, makna menjadi isi dari suatu kebahasaan.
3. Pada tingkat ketiga, makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan
informasi tertentu.
Hubungan antara lafal/bahasa [intra-lingual]
dengan sesuatu yang ada di luar bahasa [ekstra-lingual] dikenal dengan teori
‘’semantic triangle’’ [mutsallats al-ma’na], yaitu segitiga bermakna yang
menghubungkan antara 3 aspek dasar, yakni;
1. Simbol/kata/signifiant/penanda [dal/alamah] yang terdiri dari bunyi bahasa,
tulisan dan sebagainya, seperti kata i dalam kata pensil dan kitab.
2. Konsep/benak/pikiran/mind [syu’ur/fikrah] yang ada didalam diri manusia
ketika memahami simbol/kata.
3. Acuan/benda/sesuatu/referen/signify/petanda [madlul/musyar ilaih] yang
ditunjuk dari simbol tersebut.
Dalam hubungannya dengan ilmu leksikologi, kajian tentang makna sebagai
hasil hubungan antara simbol/kata dan benda/acuan, sangat penting untuk
dipahami sebagai pengantar. Mengingat bahwa kamus sebagai produk dari
leksikologi, maka harus mampu menjelaskan makna yang dihasilkan dari berbagai
simbol/kosakata bahasa, baik kata yang memiliki makna referensial maupun
non-referensial. Sebuah kamus dinilai lengkap, apabila semua
benda/acuan/petanda yang dibutuhkan para penutur bahasa, dapat diketahui
melalui pemaparan makna leksikal di dalam kamus.
III.
Teknik Menjelaskan Makna
Untuk mengetahui teknik apa yang digunakan dalam suatu teori, maka kami
akan menjelaskan beberapa teori yang digunakan dalam menjelaskan makna. Ada 4
teori yang digunakan dalam teknik ini, diantaranya ;
1. Teori Komponensial
Kajian terhadap medan leksikal, terutama dalam kelas-kelas kata utama
[verba, nomina dan adjektiva], selayaknya perlu mendapat perhatian lebih.
Alasannya adalah kajian aspek semantik yang bersifat mendasar itu dianggap
mampu memperjelas fenomena lahir aspek-aspek kebahasaan yang lebih luas.
Teori komponensial sendiri berarti makna kata terdiri dari sejumlah fitur
semantik.
Pendapat lain juga dikemukakan oleh lehrer, bahwa komponen makna secara
teoritis mengkonstruksi masing-masing butir leksikal yang bisa digambarkan
dalam kaitan dengan komponen yang
bersangkutan. Komponen makna juga bisa menafsirkan suatu kalimat dengan
menyediakan makna pada satuan butir leksikal dan makna gramatikal
Dalam hal terkait dengan Komponensial, nida menyebut tiga prosedur untuk
mengklasifikasi leksem, yaitu;
1.
Menyatakan ciri bersama
2.
Memisahkan makna yang berbeda dari yang lain
3.
Menentukan dasar untuk kelompoknya
Mengklasifikasi tidak pernah hanya merupakan suatu proses meletakkan
rujjukan pada konsep, tetapi hubungan antar makna ditentukan.
Contoh, pada saat mendefinisikan kursi,
komponen makna yang kita masukkan adalah berkaki empat, tempat duduk, mempunyai
sandaran, dan terbuat dari kayu atau besi. Keempat klasifikasi adalah proses
menghubungkan sebuah leksem dengan genusnya, lalu dilanjutkan dengan pembedaan
leksem yang diklasifikasi darianggota lain di dalam kelas tertentu dengan
membedakan ciri-cirinya.
2. Teori Referensial.
Makna leksikal secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar,
yakni makna dasar dan makna perluasan, atau denotatif dan makna konotatif.
Hubungan antara kata, makna kata, dan dunia kenyataan disebut dengan hubungan
refrensial. Hubungan yang referensial tersebut
terdapat antara;
1. Kata sebagai satuan fonologis yang membawa makna
2. Makna atau konsep yang dibentuk oleh kata
3. Dunia kenyataan yang ditunjuk[diacu] oleh kata.
Untuk itu, teori referensial berupaya membatasi acuan dengan cara
mengklasifikasikan dalam beberapa hal, yaitu;
1. Isim alam, acuan berupa benda tunggal yang telah tertentu yang berada
diluar bahasa
2. Kata kerja, acuan berupa peristiwa yang berada di luar bahasa.
3. Kata sifat, acuan berupa karakteristik/sifat benda yang berada diluar
bahasa.
4. Ahwal, acuan berupa karakteristik yang terjadi diluar bahasa.
5. Isim jenis, acuan pada sesuatu yang belum tertentu, seperti kata pohon,
berarti semua pohon yang berada yang diacu dan diluar bahasa.
Contoh:
a.
Orang itu menampar orang
1 1
b.
Orang itu menampar dirinya
2
Pada (1) orang 1 dibedakan maknanya dari orang
dua, karna orang1 sebagai pelaku (agentif) dan orang dua sebagai pengalam (yang
mengalami makna yang diungkapkan verba), hal tersebut menunjukkan makna
katagori yang berbeda tetapi makna referensial mengacu kepada konsep yang
sama(orang = manusia). Pada (2) orang memiliki makna referensial yang sama
dengan orang1 dan orang2 pada (1) dan pada (2) orang dengan makna katagori yang
sama dengan orang1 (agentif).
3.
Teori Konseptual
Teori konseptual adalah
teori semantik yang memfokuskan kajian makna pada prinsip-prinsip konsepsi yang
ada pada pikiran manusia.
Definisi lain juga diungkapkan bahwa teori konseptual adalah makna suatu
ungkapan ide atau konsep yang dikaitkan dengan ungkapan itu dalam pikiran orang
yang mengetahui ungkapan itu. Teori ini juga memiliki nama lain seperti teori
ideasional, teori intensional danteori mentalistik.
Leksikon mental, yang
sering juga dinamakan kamus mental, mempunyai sistem yang memungkinkan kita
untuk meretrif kembali kata-kata secara cepat. Meskipun leksikon mental
mempunyai persamaan dengan kamus biasa, yakni kamus yang berupa buku.
Kamus mental dan kamus
buku memang mempunyai kesamaan, akan tetapi
memiliki perbedaan. Diantara perbedaan tersebut seperti, kamus biasa
juga tidak menyebutkan bahwa makna merupakan jaringan [network] antara satu
konsep dengan konsep yang lain. Tidak akan ada dalam kamus biasa informasi yang
mengaitkan kata bunga mawar dengan mobil pemadam kebakaran, karena dari segi
ilmu perkamusan, kedua benda ini tidak langsung memiliki fitur yang sama. Akan
tetapi dalam leksikon mental kita, begitu kita mendengar kata mawar maka di
samping fitur-fitur seperti harum, cantik, berduri muncul pula warna, yang
salah satu kemungkinannya adalah merah. Dengan demikian kalau suatu hari kita
melihat mobil kebakaran yang berwarna kuning, misalnya, maka kita bisa
nyeletuk,
‘’lihat tuh pemadam golkar.’’
Atau kalimat aneh lainnya.
Munculnya kalimat ini dipicu kenyataan bahwa leksikon mental kita tidak hanya
memiliki fitur warna merah saja tetapi juga kaitannya dengan warna mobil
kebakaran.
Kata kuda memiliki makna konseptual sejenis binatang berkaki empat yang
dapat dikendarai. Jadi, sesungguhnya makna konseptual sama saja dengan
makna leksikal, makna denotatif, makna referensial. Makna konseptual ini
bersifat logis, kognitif, atau denotatif. Makna asosiatif yang dibagi lagi atas
makna konotatif yakni makna yang muncul dibalik makna kogntif.
4.
Nadzariyah
Sulukiyah (Teori Behavioris)
Behaviorisme adalah sebuah aliran
dalam psikologi yang diperkenalkan oleh John B. Watson (1878-1958), seorang
ahli psikologi berkebangsaan Amerika. Teori Behavioris mengatakan bahwa suatu
ungkapan ialah rangsangan (matsir) yang menimbulkannya, atau respon (istijab)
yang ditimbulkannya, atau kombinasi dari rangsangan dan respon, pada waktu
pengungkapan kalimat itu.
Misalnya, sebuah kisah tentang
sepasang suami-istri yang sedang berjalan di hutan. Di tengah perjalanan, si
istri melihat buah apel, lalu ia berkata:”Aku Lapar”. Suaminya mendengar perkataan
itu, lalu ia memanjatkan pohon apel dan memetik sebuah apel. Setelah itu ia
memberikan buah apel kepada istrinya agar dimakan.
Dengan adanya teori ini, lingkungan
mempunyai andil besar untuk menghasilkan sebuah makna. Akan tetapi, teori ini
masih memiliki banyak kelemahan diantaranya:
a.
Keterbatasan
mengungkapkan stimulus yang sifatnya tidak jelas kedalam bahasa agar dipahami
oleh orang lain. Contonya, ungkapan cinta, benci, rindu dan sebagainya
b.
Kemungkinan
adanya beberapa stimulus dibalik sebuah ungkapan. Contohnya, ungkapan aku lapar
c.
Kemungkinan
adanya beberapa respon untuk satu ungkapan. Contohnya, ungkapan kata lapar,
kemungkinan kita bisa meresponnya dengan cara yang berbeda.
5.
Nadzariyah
Siyaqiyah (teori Kontekstual)
Teori kontekstual sejalan dengan
teori relativisme dalam pendekatan semantik bandingan antarbahasa. Teori
kontekstual mengisyaratkan bahwa suatu kata atau simbol ujaran tidak mempunyai
makna jika ia terlepas dari konteks. Walaupun demikian, ada pakar semantik yang
berpendapat bahwa setiap kata mempunyai makna dasar atau primer yang terlepas
dari konteks situasi. Kedua kata itu baru mendapatkan makna sekunder sesuai
dengan konteks situasi. Dalam kenyataannya, kata itu tidak akan terlepas dari
konteks pemakaiannya.
Menurut teori ini, cara untuk
memahami makna bukan dengan melihat, mendeskripsikan, atau mendefinisikan suatu
benda. Akan tetapi, makna dipahami melalui konteks kebahasaan yang digunakan
dan konteks situasi-kondisi pada saat ungkapan itu terjadi.
Konteks menuryt bahasa berarti
kesesuaian dan hubungan. Disini, konteks berarti lingkungan kebahasaan
(intra-lingual) dan luar-kebahasaan (ekstra-lingual) yang meliputi wacana dan
mengungkapkan maknanya.
a.
Konteks
Bahasa (Siyaq Lughawi)
Yaitu,
lengkungan kebahasaan (intra-lingual) yang mencakup bagian-bagian bahasa
seperti: kosakata, kalimat dan wacana. Unsur-unsur intra-lingual dibedakan
menjadi empat aspek, yaitu:
1)
Struktur
fonem (Tarkib Shauti)
Yaitu
konteks/kesesuaian fonemik yang membentuk makna. Misalnya, kalimat نام الولد (anak itu tidur). Dari aspek fonemik, kedua
kata yang membentuk kalimat ini dapat dibatasi maknanya berdasarkan fonem
sehingga makna ungkapan ini bisa dibedakan dengan ungkapan lain.
2)
Struktur
Morfologis (Tarkib Sharfi)
Yaitu
perubahan struktur morfem pada sebuah kata, juga dapat mengubah makna. Morfem
kata الولد pada contoh نام الولد adalah kata benda tinggal, mudzakkar, marfu’. Kata الولد tidak sama dengan الولدان
dan sebagainya, sebab masing-masing makna memiliki konteks berbeda.
3)
Struktur
Sintaksis (Tarkib Nahwi)
Yaitu,
struktur sintaksis dibedakan menjadi dua macam; makna sintaksis umum dan makna
sintaksis khusus. Makna sintaksis umum adalah makna gramatikal secara umum yang
dapat dipahami dari sebuah kalimat/ungkapan. Misalnya, أحمد سافر (ahmad pergi). Sedangkan makna sintaksis
khusus adalah makna gramatikal khusus yang dipahami melalui kedudukan kata
dalam kalimat. Misalnya, الولد نام makna sintaksis khusus dari الولد adalah sebagai fa’il/subyek.
4)
Struktur
Leksikal (Tarkib Mu’jami)
Yaitu,
hal yang berkaitan dengan kosakata kamus (leksim) dan karakteristik bidang
makna pada kata/leksem tersebut. Leksem نام akan
berbeda maknanya dengan leksem صحا
5)
Unsur
Idiomatik (Mushahabah)
Yaitu,
keberadaan makna sebuah kata/leksem masih tergantung dengan kata lain yang selalu
menyertainya. Disebut juga dengan idiom. Misalnya, kata أنف berarti ‘hidung’, bisa berubah makna ketika kata أنف beridiom dengan kata lain. Contoh: أنف القوم (pemimpin kaum)
6)
Unsur
Pragmatik (Uslub)
Yaitu,
perbedaan unsur gaya bahasa yang berada dalam wacana dapat memberi arti sebuah
ungkapan. Contoh: زيد كثير الرماد (zaid
seorang dermawan)
b.
Konteks
Situasi-Kondisi (Siyaq mauqif-hal)
Unit-unit yang ada di dalam sebuah ungkapan kalimat (bahasa) bukan
sekedar susunan kata. Lebih dari itu, unit intra lingual juga berhubungan
dengan unit ekstra lingual.
Makna leksikal tidak bisa mencakup makna utuh sebuah ungkapan,
sebab unsur lain diluar bahasa juga memberi andil besar dalam memahami makna.
Misalnya unsur kepribadian penutur, pribadi pendengar, situasi dan kondisi saat
ungakapan terjadi. Semua turut mempengaruhi makna sebuah ungkapan.
Aspeks
konteks yang perlu dipertimbangkan dalam memahami makna, antara lain:
1)
Bahasa
Perbuatan (al-kalam al-fi’li)
Pristiwa/situasi
pada saat terjadinya ungkapan
2)
Karakter
Penutur Bahasa (thabi’ah al-mutahadditsin)
Sifat-sifat
yang dimiliki penutur saat ungkapan terjadi. Misalnya, pembicaraan anak kepada
orang tua, majikan kepada pembantu, dan sebagainya.
3)
Karakter
tema pembicaraan (thabi’ah al-asyya)
Tema
pembicaraan yang sedang berlangsung.
4)
Aksi/Situasi
Bahasa (al-af’al al mushahabah li al-kalam)
Aksi/sikap
penutur disaat ungkapan bahasa berlangsung, apakah ia sedang marah? bercanda?
dan seterusnya.
5)
Waktu
pembicaraan (zaman al-kalam)
Waktu
berlangsungnya pembicaraan, apakah di pagi hari? Siang? Malam? dan seterusnya.
c.
Konteks
Sosial-Budaya (siyaq tsaqafi-ijtima’i)
Situasi
social atau budaya pada saat ungkapan bahasa terjadi. Makna sebuah ungkapan
dapat berubah karena perbedaan aspek budaya dan social. Misalnya, kata جزد bagi ahli tumbuhan bermakna “benih”, bagi ahli
bahasa “asal kata”, ahli matematika “akar pangkat”.
KESIMPULAN
Menentukan makna memanglah sangat sulit karena makna sendiri selalu berubah
tergantung unsur yang menempel dalam kata/kalimat tersebut. Akan tetapi, ada
cara atau teori yang mana bisa memberi kemudahan dalam menentukan makna.
Selanjutnya, dari teori tersebut bisa diharapkan menemukan teknik untuk
menentukan secara tepat supaya lebih efektif dalam memahami ujaran atau tulisan
seseorang. Diantara teori-teori tersbut adalah;
1. Teori kentekstual
2. Teori referensial
3. Teori komponensial
4. Teori behavioris
5. Teori konseptual
Dari teori-teori di atas, tentu memiliki
spesifikasi yang berbeda-beda tergantung masalah yang dihadapi. Untuk lebih
manfaatnya, kita harus bisa mengidentifikasi masalah yang kita hadapi, kemudian
kita bisa menentukan teori mana yang cocok dengan masalah kita.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik;
Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. [Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012]
2.
Taufiqurrochman. Leksikologi Bahasa Arab.
[Malang: UIN Malang Press,2008]
3.
Rianto, Milan. Pendekatan Strategi Dan
Metode Pembelajaran. [Malang; Pusat Pengembangan dan Penataran Guru IPS
dan PMP Malang, 2006]
4.
Parera,
Jos Daniel. Linguistik Edukasional: Metodologi Pembelajaran Bahasa,
Analisis Konstrastif Antar Bahasa, Analisis Kesalahan Berbahasa.. (Jakarta:
Erlangga. 1997)
5.
Santoso, sukrisno. Resume Teori, Metode
dan Teknik Penelitian Sastra Karya Prof.
Dr. Nyoman Kutha Ratna. (yogyakarta:pustaka pelajar. 2008)
6.
Parera, J.D. Teori Semanti Edisi Kedua,
(Jakarta: Erlangga, 2004)
7.
Hidayatullah, M. Syarif. Cakrawala
Linguistik Arab. [Tangerang Selatan; Alkitabah. 2012].
8.
Matsna, Muhammad . Orientasi Semantik
Al-Zamakhsyari (Jakarta:Anglimedi,
2006)
9.
Ginanjar, Bakdal. Edi subroto dan Sumarlam. Dimensi Komponen Makna Medan Leksikal Verba Bahasa
Indonesia Yang Berciri [Tindakan, Kepala, dan Manusia]. Transling
journal; translation and linguisticd vol. 1, no 1 januari 2013