Senin, 17 Agustus 2015


Oleh: Septa Nuril Fahmi

Dia merupakan sosok orang yang lebih percaya akan bacaannya dari pada orang mengabarkan kepadanya, tentang sesuatu apapun. Maka dari itu, dia ingin sekali menularkan kepercayaan tersebut kepada sahabat-sahabat terdekatnya termasuk kepada penulis sendiri. Dia adalah ahmad hifni.
Mungkin bagi orang lain dia sosok orang yang menjengkelkan ketika berada di forum presentasi khususnya di kelas dengan argumen-argumennya yang tajam. Namun, bagi saya hal ini membuat saya berfikir dan harus lebih siap dalam presentasi mata kuliah di kelas, tentu dengan banyak bacaan sehingga pendapatnya yang tajam bisa dipatahkan dan dijawab.
Ketika itu, mungkin saya hanya berfikir anak ini hanya berusaha mematahkan segala isi presentasi saya. Akan tetapi, ternyata ini adalah caranya untuk menghidupkan kembali budaya membaca dikalangan mahasiswa, yang mana mahasiswa sekarang hanyalah mengandalkan logika saja tanpa bukti referensi yang kuat. Hal ini baru saya sadarkan ketika menginjak semester 3, yang mana kita sudah menjadi sangat akrab dan sering berdiskusi baik di kamar kost maupun di tempat-tempat angkringan bersama dengan sahabat-sahabat lain juga.
Berani berpendapat.
Sikap berani berpendapat tidak semua orang memilikinya. ini yang saya rasa sudah pudar, baik dikalangan mahasiswa kupu-kupu atau mahasiswa organisatoris. Banyakan dari mereka lebih mendahulukan rasa kekeluargaan alias tidak enakan apalagi pendapat kita bertabrakan dengan pendapat teman kita.
Lain halnya dengan sahabat saya ini Ahmad Hifni. Saya ingat betul bagaimana ia sangat lantang berpendapat tentang jurusan bahasa dan sastra arab yang dikata madesu dan dijelek-jelekan. Didepan forum kelas. Ketika itu, memang kita semua anak-anak kelas belum terlalu kenal satu sama lain sehingga komunikasi diantara kita masih kurang dan belum kompak melawan dosen tersebut. Akan tetapi, dia dengan lantang dan suara khas maduranya membuat anak-anak kelas dibuat kaget dan kagum sekaligus bangga menjadi bagian dari jurusan sastra bahasa arab.
Kira-kira seperti ini Dia berpendapat, “ kami semua di sini ingin menuntut ilmu dan belajar saja tanpa harus mematahkan semangat kami untuk semua ini pak. Kami datang dari jauh ada yang dari seberang dan daerah-daerah lain yang jauh tentu dengan hal seperti ini bapak sudah meremehkan kami ”.
Kejadian ini yang membuat saya tertarik ingin mengenalnya lebih jauh. Kebetulan sekali kita masuk dalam organisasi yang sama dan kita selama 4 tahun selalu satu kelas bersamanya. Dari sini saya sedikit memahami karakternya yang berani.  Dia berasal dari keluarga  jawa dan madura, ayah seorang madura asli dan ibu seorang jawa dari timur. Karakter madura yang begitu kuat dia dapat dari ayahnya jadi tidaklah heran jika dia begitu lantang dan berani dalam beraspirasi.
Membaca dan tulis menulis.
Mahasiswa semester satu merupakan objek yang empuk bagi mereka para senior dari  semua organisasi untuk menambah jumlah anggota mereka. Cara mempengaruhinya pun bermacam-macam mulai dari diskusi, refreshing ke puncak mengatasnamakan jurusan, bahkan memberi perhatian lebih terhadap para juniornya yang baru. Akan tetapi hal seperti ini tidak begitu mempengaruhi saya khususnya dan angkatan 2011 PMII Komfaka dari jurusan bahasa dan sastra arab umumnya. Saya dan sahabat-sahabat lain seperti  Fahmi Saifuddin, Ahmad Ridwan Hutagalung, Ahmad Hifni, Uus Mustar, Azwin Ramdani, Muzanni, Aiz Hawazaen, Sidiq M. Faruq dan sahabat-sahabat lain di kelas A, bahkan sudah memunculkan aroma panas di kelas tentang organisasi yang kita pilih dan organisasi sebelah meski kta belum menjadi anggota resmi tapi kita sudah menjadi MILITAN sejak awal dan sampai sekarang tanpa adanya paksaan.
Berawal  dari ikutnya kami (saya dan hifni) dalam organisasi MMS (moderate moslem society) yang diketuai oleh Zuhairi Misrawi, kami menjadikan bacaan adalah sebuah hal yang fardhu ain setiap hari dan menulis setiap minggunya yang nantinya akan dikoreksi satu persatu sehingga akan menjadi lebih baik nantinya. Bersama anggota pmii komfaka lainnya, seperti ulil kami berlomba-lomba berapa buku yang sudah dibaca dan berapa tulisan yang sudah kami buat serta mengajukan tulisan kami ke kompas.
Dari sinilah kami anggota MMS merasakan kegelisahan terhadap budaya baca dan tulis menulis yang hilang di tubuh PMII Komfaka. Selanjutnya, kami berkoordinasi tentu dengan sahabat-sahabat PMII Komfaka lainnya bersama BPH sehingga diselenggarakannya diskusi dan pembuatan website yang mana untuk menampung tulisan para anggota PMII Komfaka baik yang senior maupun junior bahkan dosen sekalipun.
Saya merasakan peran dia dalam memperjuangkan ide dan gagasan tulis menulis cukup besar. Mulai dari dia yang menampung tulisan anak-anak dan menampilkannya ke dalam website (www.pmiikomfaka.com) dan menagih tulisan sahabat-sahabat PMII Komfaka lain. Namun, program ini tentu tidak akan berjalan tanpa dari dukungan sahabat-sahabat lainnya.
Tidak hanya menyuruh saja, dia juga sering memberikan tauladan dalam menulis dan membaca bahkan tulisan dia sudah pernah ditampilkan di media cetak Republika. Selain menyimpan tulisannya di file-file laptop, dia juga memanfaatkan media blog (ahmad-hifni.blogspot.com) untuk memberikan sekedar informasi ke khalayak umum.
Oleh karena itu, Membaca dan menulis ibarat sepasang mata koin yang tak bisa dipisahkan. Semua orang bisa menulis, akan tetapi kualitas tulisan orang tentu berbeda-beda. Semakin banyak membaca tentu seseorang dalam menulis kualitasnya menjadi semakin baik. Inilah pengalaman penulis bersama sahabat Ahmad Hifni yang sama-sama tergabung dalam MMS dan PMII Komfaka. Bagi penulis, dia merupakan sosok yang menyenangkan bahkan telah memberikan sedikit ilmu yang memberikan perubahan kepada penulis tanpa ia rasakan. Terimakasih sahabat, terimakasih PMII Komfaka, dan terimakasih MMS.